Mau Pasang Iklan, Hub Biro Iklan, Aulia Advertising, Telp. 0813 8468 1151, Mau Pasang Iklan, Hub Biro Iklan, Aulia Advertising, Telp. 0813 8468 1151
DWITAMA SPANDUK ADVERTISING AHLINYA SABLON SPANDUK, UMBUL-UMBUL DAN BENDERA KAIN DAN PRINT, Telp 0813 8468 1151/0859 6661 4393

Dwitama Spanduk Tangsel.

Selasa, 28 Januari 2014

Kesehatan : 10 Hal Gangguan Kehamilan Penyebab Masalah Janin

Memiliki buah hati yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap pasangan hidup saat dalam kehamilan yang sedang menunggu kelahiran bayinya. Orangtua dan dokter harus mewaspadai berbagai kondisi saat kehamilan yang sebagian tidak disadari kondisi lingkungan dan kesehatan individu ibu hamil berpengaruh dalam kesehatan janinnya.
Banyak faktor internal dan eksternal dari ibu hamil yang dapat berpengaruh dalam menentukan tumbuh kembang janin sehingga dapat mengganggu kesehatan bayi saat dilahirkan. Masa depan anak dan kehebatan buah hati kita ternyata sangat ditentukan sejak dini khususnya saat kehamilan.

Waspadai 10 Kondisi Kehamilan Penyebab Gangguan Janin

  1. Asap Rokok Bukan hanya merokok langsung secara aktif, perokok pasif atau terhirup asap rokok di lingkungan bagi ibu hamil bisa berdampak buruk. Paparan asap rokok pada ibu hamil dengan lingkungan yang penuh asap rokok beresiko akibatkan asma dan gangguan pernafasan pada anak-anak. Penelitian lain pada anak yang terlahir dari ibu yang terpapar asap rokok selama masa kehamilan berisiko dua kali lebih tinggi mengalami gangguan perhatian dan cenderung agresif ketika mencapai usia lima tahun. Pwnelitian lain menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab nomer satu dalam lahirnya bayi dengan kondisi buruk, seperti lahir prematur, bayi yang lahir terlalu kecil pertumbuhan terlambat, kerusakan organ tubu yang paling parah adalah kegagalan janin atau kematian. Jika bayi yang terkontaminasi zat kimia rokok berhasil lahir, maka akan terjadi kelainan dalam perkembangan tubuh dalam hal berat serta ukuran, organ tubuh seperti paru-paru yang tidak berfungsi secara optimal serta fungsi otak yang terbelakang. Asap rokok ini mengandung berbagai macam bahan kimia yang berbahaya, lebih dari sekitar empat ribu diantaranya sianida, nikotin, karbon monoksida serta 60 buah senyawa penyebab kanker. Jika seorang ibu hamil merokok, maka semua zat-zat kimia tersebut akan mengalir dalam darah dan sampai ke janin. Sementara dari empat ribu bahan kimia itu tidak ada satu pun yang baik bagi bayi, maka yang terjadi adalah bayi akan terkontaminasi zat kimia berbahaya bahkan sebelum ia tumbuh. Nikotin serta karbon monoksida bisa berakibat gangguan janin karena dapat mengurangi pasokan oksigen lewat tali pusat. Nikotin berkerja seperti kolesterol yang menyebabkab penyempitan pembuluh darah ibu hamil dan menyumbat aliran oksigen di seluruh pembuluh darah termasuk tali pusat. Keadaan akan semakin memburuk karena sel-sel darah merah yang membawa oksigen pada akhirnya juga bisa membawa molekul karbon monoksida dan menyalurkannya ke janin.
  2. Flu Berkepanjangan Risiko skizofrenia atau gangguan jiwa tiga kali lipat saat ibu sakit flu selama paruh pertama kehamilan dan meningkat tujuh kali lipat jika paparan terjadi pada trimester pertama. Risiko secara keseluruhan adalah kecil, namun. Temuan menunjukkan bahwa sekitar 97% anak lahir dari ibu yang terserang flu saat hamil beresiko skizofrenia. Meskipun peneliti tidak tahu mekanisme kerja, diduga antibodi yang dikeluarkan oleh sistem kekebalan tubuh ibu dapat mempengaruhi perkembangan otak. Tapi efek langsung dari virus flu juga masih diteliti. Selain itu penemuan mengejutkan lain menunjukkan bahwa sebuah studi longitudinal 1.959 bayi yang lahir pada minggu pertama Maret 1958 untuk ibu yang dilaporkan memiliki mengalami influenza selama kehamilan mengungkapkan insiden kanker sebesar 4,1 per 1.000 dibandingkan dengan hanya 0,8 per 1.000 antara 14.791 bayi dari ibu yang tidak mengalami influenza. Ternyata flu saat hamil jangan diremehkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami flu beresiko cacat janin, kanker dan Skizofrenia. Sebuah tim dari California Institute of Technology peneliti telah menemukan sebuah link yang tak terduga menghubungkan skizofrenia dan autisme pada saat kehamilan Sebuah tim dari California Institute of Technology peneliti telah menemukan sebuah link yang tak terduga menghubungkan skizofrenia dan autisme pada saat kehamilan. Efek teratogenik diduga bukan langsung dari virus influenza diduga reaksi autoimunitas dari tubuh yang berpengaruh terhadap janin. Prevalensi prevalensi lebih tinggi dari CA ditunjukkan di atas dapat dijelaskan terutama oleh demam, karena risiko ini berkurang penggunaan obat antifever. Suplementasi asam folat Periconceptional juga menunjukkan beberapa efek pencegahan untuk ini CA.
  3. Kekurangan Asam FolatKonsumsi asam folat yang cukup saat kehamilan merupakan kunci perkembangan dan metabolisme sel pada awal terjadinya pembuahan. Kekurangan asam folat akan menyebabkan bayi menderita spina bifida dan kecacatan lainnya. Asam folat juga diketahui sebagai koenzim untuk produksi DNA serta meningkatkan replikasi sel. Asam folat sangat dibutuhkan justru pada saat kehamilan belum disadari, yakni pada minggu kedua sampai keempat pertumbuhan janin. Seorang perempuan usia produktif membutuhkan asam folat 400 mikrogram setiap harinya. Kita bisa mendapatkannya dari sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, buah-buahan seperti lemon, pisang, dan melon, serta produk makanan yang sudah difortifikasi.
  4. Infeksi TORCH TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II (HSV-II) dalam wanita hamil. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosepalus, dan lain sebagainya.
  5. Konsumsi antidepresan Padahal berdasarkan review terhadap sejumlah studi diketahui jika konsumsi antidepresan selama hamil akan memberikan efek jangka panjang terhadap janin. Lebih dari 13 persen wanita mengonsumsi antidepresan saat hamil. Penelitianlain juga menemukan mengonsumsi salah satu jenis antidepresan yaitu selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) ketika hamil dikaitkan dengan tingginya risiko keguguran, lahir cacat, persalinan prematur dan gangguan perilaku pada bayi, termasuk autisme. Padahal 3 persen wanita yang mengonsumsi antidepresan selama hamil dilaporkan menggunakan SSRI. Antidepresan memang memberikan manfaat nyata bagi wanita dengan gangguan kesehatan mental, sebaiknya mereka konsumsi sebelum memutuskan untuk hamil.
  6. Kekuarangan Yodium Defisiensi atau kekurangan yodium saat kehamilan dapat melahirkan kretine endemik serta gangguan kognitif dan psikomotorik yang bersifat menetap. Namun kerusakan ini dapat dicegah hanya dengan memberikan masukanyodium yang cukup pada menu makanan sehari-hari selama kehamilan. Kretin endemic merupakan bentuk kerusakan otak derajat berat [major brain damage] akibat defisiensi yodium selama kehamilan. Manifestasi klinik secara klasik adalah kretin nervosa, miksedematosa atau campuran keduanya. Patogenisnya adalah akibat hipotiroidisme maternal dan fetal yang mempengaruhi perkembangan otak janin. Namun kretin endemic bukanlah fenomena yang all or one. Manifestasi klinik bentuk yang ringan [minimal brain damage] disebut subkretin, walaupun istilah ini belum secara luas digunakan. Gangguan perkembangan yang timbul meliputi bidang neuro-intelektual, yaitu kapasitas mental subnormal, gangguan psikomotorik dan gangguan pendengaran subklinik. Makin ringan defisiensi yodium makin ringan pula gangguan yang timbul, namun semuanya ireversibel. Karena pentingnya peran yodium serat hormon tiroid pada perkembangan otak, maka program penanggulangan GAKY [gangguan akibat kekurangan yodium] perlu mengupayakan kecukupan yodium khususnya pada kelompok resiko tinggi termasuk ibu hamil. Untuk itu cara yang paling aman bagi perkembangan otak adalah bila yodium diberikan pada wanita sebelum hamil atau wanita usia subur. Defisiensi yodium diproyeksikan akan selalu menjadi masalah kesehatan. Bidang ini merupakan bidang ilmu yang sangat menarik karena melibatkan banyak bidang ilmu kedokteran. Sedang di bidang ilmu penyakit saraf, defisiensi yodium menyangkut bidang neurologi perkembangan, neurolgy perilaku dan neurology sosial.
  7. Kekurangan Vitamin D Rendahnya kadar ‘vitamin sinar matahari’ selama hamil akan menyebabkan gangguan kesehatan, baik pada sang ibu maupun si anak. Sebuah kajian terhadap 30 penelitian mengungkapkan rendahnya kadar vitamin D dalam tubuh seorang ibu dikaitkan dengan tingginya risiko diabetes gestasional, pre-eclampsia dan berat lahir yang rendah. Vitamin D berpengaruh sangat positif bagi ibu hamil dan calon bayinya. Selain fungsinya untuk mendukung pertumbuhan tulang, bayi yang lahir dari ibu yang cukup mengonsumsi vitamin D selama hamil cenderung lebih cerdas. Demikian kesimpulan penelitian di Spanyol yang melibatkan 2000 ibu dan bayi mereka. Kekurangan vitamin D diketahui terkait dengan perkembangan mental dan kemampuan gerak bayi. Kelompok wanita yang terancam defisiensi vitamin D pada umumnya adalah mereka yang kegemukan atau obesitas, berasal dari sosial ekonomi rendah, dan wanita yang kulitnya lebih gelap. Faktor geografi juga berpengaruh, mereka yang jarang terpapar sinar matahari juga memiliki level vitamin D lebih rendah.
  8. Paparan polusi udara Polusi udara yang disebabkan oleh lalu lintas, industri hingga debu selama masa kehamilan akan meningkatkan risiko berat lahir bayi rendah. Ada dua jenis polusi kendaraan bermotor yang berdampak pada pertumbuhan janin, yaitu partikel hitam dan nitrogen dioksida. Dua jenis polusi itu bisa masuk paru-paru dan mengganggu fungsi organ itu. Hasil studi di AS yang dipublikasikan dalam Jurnal Epidemiologi dan Kesehatan Komunitas sebagaimana dikutip situs BBC menyebutkan, tingginya paparan polusi dari asap kendaraan bermotor pada ibu pada awal dan akhir kehamilan bisa menyebabkan janin tidak tumbuh baik sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah. Namun penelitian terbaru menemukan bahwa penambahan asupan buah dan sayuran selama masa kehamilan dapat membantu melindungi janin dari efek polusi.
  9. Kegemukan Pada Kehamilan Berat badan sebelum hamil atau obesitas yang terjadi saat hamil (maternal obesity) meningkatkan risiko seorang wanita untuk terserang diabetes gestasional atau menjalani persalinan prematur, termasuk memberikan risiko obesitas dan diabetes pada si anak. Sebuah studi terbaru juga telah mengaitkan antara berat badan wanita pra-kehamilan dengan risiko asma pada anaknya. Menurut penelitian tahun 2013 terdapat 12 persen dari 1.100 anak yang terlahir dari ibu yang obesitas akan sering mengalami asma pada usia 14 bulan dibandingkan bayi yang terlahir dari ibu dengan berat badan normal (empat persen). Pencegahan dengan olahraga rutin dengan jalan kaki setidaknya selama 20 menit, empat kali seminggu.
  10. Diet Kafein Asupan kafein ibu yang tinggi selama masa kehamilan dapat membahayakan janin, tapi seberapa banyak kafein yang dianggap berbahaya itu masih diperdebatkan hingga kini. American College of Obstetricians and Gynecologists pun merekomendasikan agar wanita hamil membatasi asupan kafeinnya sebanyak 200 milligram perhari atau sama dengan dua cangkir kopi atau jangan lebih dari 6 ons perhari. Penelitian lain mengungkapkan asupan kafein yang terlalu sedikit juga erat kaitannya dengan peningkatan risiko bayi lahir dengan berat badan lebih kecil dari bayi normal. Beberapa penelitian juga menunjukkan peningkatan resiko keguguran pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 300 mg kafein per hari. Banyak penelitian yang dilakukan pada hewan menyatakan kafein dapat menyebabkan cacat lahir, berkurangnya kesuburan, dan masalah reproduksi lainnya.
Pencegahan

Untuk mencegah hal tersebut di atas ibu hamil sangat disarankan melakukan pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) sangat disarankan bagi para ibu hamil untuk memonitor kesehatan ibu dan janin dalam kandungan. Pemeriksaan kehamilan adalah serangkaian pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dari awal kehamilan hingga proses persalinan untuk memonitor kesehatan ibu dan janin agar tercapai kehamilan yang optimal.
WHO menyarankan agar melakukan pemeriksaan kehamilan setiap 4 minggu sekali dari saat pemeriksaan kehamilan pertama kali hingga usia kehamilan 28 minggu, setiap 2 minggu sekali dari usia kehamilan 28-36 minggu dan setiap satu minggu sekali dari usia kehamilan 36 minggu hingga waktunya melahirkan.
Pemeriksaan kehamilan minimal dilakukan sebanyak 4 kali yaitu :
  • Pemeriksaan kehamilan pertama yaitu pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan antara 0-3 bulan. Memang biasanya ibu tidak menyadari kehamilan saat awal masa kehamilan, tetapi sangat diharapkan agar kunjungan pertama kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan < 12 minggu. Pemeriksaan kehamilan ini cukup dilakukan sekali dan mungkin berlangsung 30-40 menit.
  • Pemeriksaan kehamilan kedua yaitu pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan antara 4-6 bulan. Biasanya kunjungan kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 26 minggu. Pemeriksaan ini mungkin berlangsung 20 menit saja.
  • Pemeriksaan kehamilan ketiga yang dilakukan saat usia kehamilan mencapai 32 minggu.Pemeriksaan kehamilan keempat. Ini merupakan pemeriksaan kehamilan terakhir dan dilakukan pada usia kehamilan antara 32-36 minggu

Asfiksia, Bayi Tidak Menangis Saat Lahir dan Penanganannya

Asfiksia, Bayi Tidak Menangis Saat Lahir dan Penanganannya

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan Tekanan Darah.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
Penyebab
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
  • Faktor ibu:  Preeklampsia dan eklampsia. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), Partus lama atau partus macet, Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) atau Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
  • Faktor Tali Pusat: Lilitan tali pusat, Tali pusat pendek, Simpul tali pusat atau Prolapsus tali pusat
  • Faktor Bayi: Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), Kelainan bawaan (kongenital), Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau sepengetahuan penolong tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Manifestasi Klinis
  • Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
  • Denyut jantung kurang dari 100 x/menit
  • Tonus otot menurun,
  • Warna kulit kebiruan kulit sianosis, pucat,
  • Kejang
  • Penurunan kesadaran tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Diagnosis
  • Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
  • Pemeriksaan fisik :
  • Nilai Apgar
Skor Apgar atau nilai Apgar (Apgar score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran.Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.
Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata “Apgar” belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah menghafal.
Kriteria Penilaian Skor Apgar:

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna kulit seluruhnya biru warna kulit tubuh normal merah muda, tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosianosis) warna kulit tubuh, tangan, dan kaki normal merah muda, tidak ada sianosis Appearance
Denyut jantung tidak ada <100 kali="" menit="" td=""> >100 kali/menit Pulse
Respons refleks tidak ada respons terhadap stimulasi meringis/menangis lemah ketika distimulasi meringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napas Grimace
Tonus otot lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity
Pernapasan tidak ada lemah atau tidak teratur menangis kuat, pernapasan baik dan teratur Respiration
Interpretasi skor
Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah.
Jumlah skor Interpretasi Catatan
7-10 Bayi normal
4-6 Agak rendah Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.
0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif
Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.
Sekitar sepuluh tahun setelah diperkenalkan oleh Dr. Virgina Apgar, akronim APGAR dibuat di Amerika Serikat sebagai alat bantu menghafal: Appearance, Pulse, Grimace, Activity, dan Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan). Alat bantu hafal ini diperkenalkan pada tahun 1963 oleh dokter anak Dr. Joseph Butterfield. Akronim yang sama juga digunakan di Jerman, Spanyol, dan Perancis. Kata Apgar juga dibuatkan kepanjangan American Pediatric Gross Assessment Record.
Tes ini juga telah direformulasikan dengan singkatan yang berbeda How Ready Is This Child, dengan kriteria yang pada dasarnya sama: Heart rate, Respirotary effort, Irritability, Tone, dan Color (denyut nadi, pernapasan, reaksi refleks, sikap, dan warna).
Nilai Apgar
  • Nilai 0-3   : Asfiksia berat
  • Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
  • Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasikarena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
  • Pemeriksaan penunjang : Foto polos dada, USG kepala, Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Penyulit Meliputi berbagai organ yaitu :
  • Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
  • Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru.
  • Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans.
  • Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH. Hematologi : DIC
Penatalaksanaan
  1. Memastikan saluran terbuka:  Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. – Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. – Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
  2. Memulai pernafasan : Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan – Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
  3. Mempertahankan sirkulasi :Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara – Kompresi dada.
Langkah-Langkah Resusitasi
  • Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
  • Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
  • Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
  • Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
  • Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
  • Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
  • Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
  • Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
  • Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Bila: 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. Kompresi jantung
  • Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
  • Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
  • Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
  • Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : – Alat pemanas siap pakai – Oksigen – Alat pengisap – Alat sungkup dan balon resusitasi – Alat intubasi – Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
  • Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
  • Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
  • Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
  • Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
  • Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
Terapi medikamentosa :
  • Epinefrin : Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik. Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000   (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
  • Volume ekspander : Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat). Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai  menunjukkan respon klinis.
  • Bikarbonat : Indikasi : Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis :  1-2 mEq/kg BB  atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
  • Nalokson : Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil. Indikasi : Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis :   0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara :  Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan i.m atau s.c
  • Suportif: Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)