Di antara kaum muslimin, ada lagi
yang meninggalkan doa karena merasa tak mampu memenuhi persyaratannya. Seperti
orang yang berkata, "Saya biasa makan dari rejeki yang tak jelas
halal haramnya, sedangkan orang yang mengkonsumsi barang yang haram tidak dikabulkan
do'anya, maka percuma saja kalau saya berdoa." Laa haula wa laa quwwata
illa billah. Adakah sesuatu yang bisa diandalkan seorang muslim melebihi
'senjata' doa? Hingga ada yang rela mencampakkan doa agar bebas makan apa saja?
Seseorang yang mengerti
urgensi doa, tentu lebih memilih untuk memenuhi syarat terkabulnya doa,
katimbang ia harus bertelanjang dari doa. Karena meninggalkan hal yang haram
itu lebih mudah dijalani daripada hidup tanpa menyandang senjata doa. Tanpa
doa, keadaan seseorang lebih berat dari tentara yang tidak memiliki senjata,
petani yang tidak memiliki cangkul, orang sakit yang tak mendapatkan obat, atau
seseorang yang ingin membeli barang tanpa memiliki uang.
Hanya mengandalkan kecerdasan pikir,
kekuatan fisik maupun alat canggih, jelas tidak memadai bagi manusia untuk bisa
meraih tujuan bahagia yang sempurna, atau mencegah datangnya marabahaya.
Alangkah kecil modal dan kekuatan, sementara begitu besar cita-cita yang
diharapkan, dahsyat pula potensi bahaya yang mungkin datang di hadapan. Untuk
itu, manusia membutuhkan 'kekuatan lain' di luar dirinya untuk merealisasikan
dua tujuan itu. Dan barangsiapa yang menjadikan doa sebagai sarana, niscaya dia
akan menjadi orang yang paling kuat, paling sukses dan paling beruntung. Karena
doa mengundang datangnya pertolongan Allah Yang Maha Berkehendak, Mahakuasa,
Mahakuat dan mampu melakukan apapun yang dikehendaki-Nya, Fa'aalul
limaa yuriid. Karena itulah, Ibnul Qayyim dalam al-Jawaabul Kaafi berkata,
"Doa adalah sebab yang paling kuat untuk mencegah dari perkara yang
dibenci dan menghasilkan sesuatu yang dicari."